KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur senantiasa penulis ucapkan ke kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi
umat manusia.
Karya ilmiah ini ditujukan
untuk memenuhi tugas praktek preklinik program A2015.2 di mata kuliah Sistem
Imun-Hematologi, Neurobehaviour1, dan Respirasi dalam pertemuan dan remukan
yang terjadwal sebagai pleno. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Ns. Sri Utami, S.Kep.,
Sp.Mat sebagai pembimbing preklinik kami dari PSIK UR dan kepada ibu Ns.
Rosmawati Ginting, S.Kep sebagai pembimbing preklinik kami di poliklinik
jantung.
Dalam
makalah ini disajikan bahasan masalah Congestive Heart Failure. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik
dalam isi maupun sitematikanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata,
kami mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat
khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.
Pekanbaru,
10 Desember 2016
Penulis
Kusnul dan Ilham
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
CHF ( Congestive Heart Failure )
merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka
kejadiannya terus meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar
3000 warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association ( AHA )
tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang
menderita gagal jantung ( Padila, 2012 ).
Penderita gagal jantung atau CHF di
Indonesia pada tahun 2012 menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai
14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012
di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap Selain itu,
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah
gagal jantung ( readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan
telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein (
2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis
CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
Pada umumnya CHF diderita lansia
yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF merupakan alasan yang paling umum bagi
lansia untuk dirawat di rumah sakit ( usia 65 – 75 tahun mencapai persentase
sekitar 75% pasien yang dirawat dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan
oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan
meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian
besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5
tahun (Kowalak, 2011 ).
Berdasarkan data yang diperoleh di poliklinik
Jantung RSUD Arifin Achmad terdapat lebih dari 200 orang sudah tercatat mengidap
penyakit CHF ini. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk menjabarkan
lebih lanjut tentang CHF ini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler : CHF ( congestive heart faillure) di Poliklinik Jantung
RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru Riau.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menggambarkan tentang defenisi
dan keadaan pada pasien dengan CHF.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pembelajaran
CHF ini yaitu :
a.
Memaparkan Defenisi CHF
b.
Memaparkan anatomi dan fisiologi dari jantung
c.
Memaparkan etiologi CHF
d.
Memaparkan manifestasi klinis CHF
e.
Memaparkan patofisiologi CHF
f.
Memaparkan penatalaksanaan pada pasien CHF
g.
Memaparkan pemeriksaan CHF
h.
Memaparkan komplikasi CHF
i.
Memaparkan diagnosa keperawatan yang mungkin ada
pada pasien CHF
j.
Memaparkan Intervensi dan rasional b/d diagnosa
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Menurut (Doengoes 2008)
pengertian gagal jantung kongestif adalah kegagalan
ventrikel kiri/kanan dari jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan
cardiac output yang cukup untuk memenuhi kebutuhanjaringan, menyebabkan terjadinyakongsti pulmonal dan
sistemik.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Kondisi tersebut terjadi karena adanya kegagalan fungsi sistolik
dan diastolik. Kegagalan fungsi
sistolik mengakibatkan jantung tidak mampu berkontraksi dan memompa darah ke jaringan secara
adekuat, sedang kegagalan fungsi diastolik mengakibatkan
ketidakmampuan jantung untuk relaksasi dan mengisi sejumlah darah secara cukup untuk berkontraksi (Brown
& Edwards, 2005; Ignatavicius & Workman,2006;
Kaplan & Schub, 2010; Leslie, 2004).
Gagal
jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
B. Anatomi dan fisiologi jantung
Berdasarkan
struktur anatomi, jantung terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan
kanan, serta memiliki empat katup, yaitu dua
katup atrio ventrikular (AV) yang
terdiri dari katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis. Dua katup semilunar yang terdiri dari katup
aorta dan katup pulmonari. Jantung
juga memiliki sistem sirkulasi sistemik
yaitu berupa aorta, arteri, arteriole dan kapiler.
Sedangkan sistem sirkulasi
pulmonik terdiri dari vena cava, vena dan venula (Cunningham,2002).
Jantung
memiliki tiga tipe otot utama yakni : otot atrium, otot ventrikel dan
serabut otot eksitatorik dan
konduksi khusus. Tipe otot atrium dan otot ventrikel berkontraksi dengan cara yang
sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-otot tersebut lebih lama.
Sebaliknya, serabut-serabut khusus ekstitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah
sekali sebab serabut-serabut ini hanya mengandung
sedikit serabut kontraktil yang memperlihatkan pelepasan muatan listrik yang berirama yang otomatis (Guyton
dan Hall, 2008).
Kekuatan
kontraksi jantung, kecepatan denyut jantung serta aliran darah dipengaruhi dan dikontrol oleh syaraf otonom
yang berpusat pada medulla oblongata. Otot
jantung diinervasi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis,
stimulasi syaraf- syaraf
parasimpatis (vagus) cenderung untuk menghambat kerja jantung dengan menurunkan daya kontraksi dari
otot jantung. Sebaliknya, rangsangan syaraf simpatis akan bekerja meningkatkan aktivitas jantung dan tenaga
kontraksi, kecepatan kontraksi,
kecepatan konduksi impuls dan aliran darah (Swedianto, 2010).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi frekuensi jantung adalah jenis hewan, ukuran tubuh, umur dan jenis kelamin,
sedangkan kondisi fisiologis yang dapat meningkatkan
frekuensi jantung yaitu laktasi, shock, pergerakan atau exercise,
posisi hewan, saat makan dan
pengaruh lingkungan seperti suhu (Cunningham, 2002; Gavahan, 2008).
Jantung
dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi yaitu sel pacu jantung (pacemaker), sel penghantar listrik
(konduksi) dan sel miokardium. Sel pacemaker sebagai dominan berada di nodus sinoatrial (SA)
mencetuskanimpuls bergantung aktivitas
syaraf otonom. Sel konduksi seperti halnya kabel sirkuit, dimana sel ini menghantarkan arus listrik dengan cepat
dan efisien ke seluruh jantung. Sedangkan sel miokardium
bertanggung jawab terhadap kontraksi dan relaksasi berulang sehingga dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh
(Thaler, 2009).
Peristiwa
permulaan denyut jantung hingga denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Siklus jantung diawali
oleh pembentukan potensial aksi yang spontan dari
nodus SA. Nodus SA terletak pada dinding latera superior atrium kanan
dekat tempat masuk vena cava superior
dan potensial aksi menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi menuju sel-sel yang ada pada kedua atrium
dan melalui berkas A-V menuju ventrikel
melalui sistem konduksi jantung (Guyton dan Hall, 2008).
Sistem konduksi jantung yang menyalurkan arus bioelektrik yang
jauh lebih cepat dan lebih efisien
dibandingkan sel-sel jantung lain, maka gelombang depolarisasi jantung yang berasal dari nodus SA akan merambat
lebih cepat mengikuti urutan
jalur sistem konduksi ini, yaitu dari nodus SA menuju ke nodus AV, sesudah itu berjalan mengikuti berkas His dan membelok
sedikit ke arah ventrikel kanan sesuai dengan
percabangan berkas His, kemudian melalui septum menuju ke apex melalui serabut Purkinje dan menyebar
ke kedua ventrikel (Cunningham, 2002; Boswood, 2008).
C. Etiologi
Gagal
jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1)
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai
akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi
jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang
berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung
bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi
penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel
mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea,
orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik
berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa
insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
E. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan
klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung
ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik
berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme
kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang
akut berupa penimbunan air dan
garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara
kemampuan jantung untuk memompa (pump function)
dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban
berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya
dapat pula terjadi depresi otot jantung
intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah,
di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan
arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel
akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel
(dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan
energi terbatas (misal pada penyakit koroner)
selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya
disfungsi ventrikel.14 Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus
mural, dan disritmia ventrikel
refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan
menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa
data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan
aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi
ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan
aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari
gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling
baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR
X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang
berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung,
bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tapi pada gagal jantung
dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara
dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung.
2) Kontraktilitas:
mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya
ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi
Farmakologi
1) Diuretik
(Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi
kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan seperti ortopnea
dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjut nya me nurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen dan
juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2) Antagonis
aldosteron
Menurunkan
mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai
berat.
3) Obat
inotropik
Meningkatkan
kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosida
digitalis
Meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
5) Vasodilator
(Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi
preload dan afterload yang berlebihan , dilatasi pembuluh darah vena menyebab kan berkurangnya
preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.
2. Terapi
nonfarmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi
aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat
badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga
teratur.
G. Pemeriksaan CHF
1. Pemeriksaan
Fisik
a) Inspeksi
jantung : bentuk dada Funnel chest dan pengembangan kanan & kiri sama.
b) Palpasi
jantung : saat pasien diperiksa dengan cara taktil fremitus hasilnya melemah.
c) Perkusi
jantung : suara hasil pemeriksaan redup.
d) Auskultasi
jantung : terdengar crecels (Mansjoer dan Triyanti 2007)
2. Pemeriksaan
Diagnostik
a) Fhoto
thorak : dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema / perfusi pleura
yang menegaskan diagnosa CHF.
b) EKG
: dapat mengungkapkan adanya takhikardi, hipertropi bilik jantung dan iskemik.
c) Elektrolit
serum : yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi
darah dari adanya kelebihan retensi air.
d) AGD
: gagal ventrikuler ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan / hipoksemia
dengan peningkatan PCO2. (Udjianti, 2010)
3. Pemeriksaan
penunjang
a) Rontgen
dada
b) ECG
c) Scan
jantung
d) Kateterisasi
jantung
e) Oksimetri
nadi
f) Enzim
jantung (Udjianti, 2010)
H. Komplikasi
1.
Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan
vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru
atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
2.
Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada
CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3.
Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena
penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia
ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β
blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
I. Diagnosa keperawatan
Menurut Nanda (2009) dan Doengus (2010),
diagnosa yang muncul pada klien CHF adalah :
1.
Penurunan
cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard
2.
Intoleransi
aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
3.
Gangguan
pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler - alveoli
4.
Kelebihan
volume cairan b.d pengaturan melemah
J. Intervensi dan rasional
1. Penurunan
cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard
·
Tujuan : penurunan cardiac output teratasi
·
Kriteria hasil : TTV normal dan nyeri dada tisak
ada
·
Intervensi & rasional
a) Berikan
terapi oksigen
R : dengan pemberian O2 maka akan membantu dalam pernafasan
klien.
b) Berikan
tindakan penghilang rasa nyeri non invasif dan non farmakologis.
R
: tindakan ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan rasa kontrol thp nyeri.
c) Catat
bunyi jantung
R
: mur-mur dapa menunjukkan inkompensasi / stenosis katup.
d) Pantau
seri EKG dan perubahan fotothorak
R
: ini dapat menunjukkan pembesaran jantung.
2. Intoleransi
aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
·
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
pasien mampu melakukan aktivitas dengan mandiri.
·
Kriteria hasil : klien mampu memenuhi perawatan
diri sendiri dan melakukan aktivitas seperti biasa.
·
Intervensi dan rasional
a) Evaluasi
peningkatan intoleran aktivitas
R
: dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
b) Periksa
TTV sebelum dan sesudah aktivitas pada pasien dengan obat diuretik,
vasodilator.
R
: hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat.
c) Implementasi
program rehabilitasi jantung / aktivitas.
R
: peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung / konsumsi oksigen berlebihan.
3. Gangguan
pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler - alveoli
·
Tujuan : pertukaran gas kembali normal.
·
Kriteria hasil : nafas normal dan tidak ada
gangguan di pola nafas.
·
Intervensi dan rasional
a) Pantau
bunyi nafas, dan catat crecels
R : menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut
b) Anjurkan
klien batuk efektif dan pola nafas dalam.
R
: memberikan jalan nafasdan memudahkan aliran O2.
c) Berikan
klien dengan posisi semifowler
R
: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d) Berikan
terapi oksigen
R
: dapat memperlancar pola nafas klien dan pertukaran oksigen dan karbondioksida.
4. Kelebihan
volume cairan b.d pengaturan melemah
·
Tujuan : tidak terjadi udem pada seluruh tubuhdan
kelebihan cairan teratasi.
·
Kriteria hasil : udem teratasi dan normal
kembali.
·
Intervensi dan rasional
a) Pantau
pengeluaran urine,catat jumlah & warna saat diuresis terjadi.
R
: pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
b) Pantau
intake & output cairan 24 jam
R
: Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan berlebihan meskipun edema masih ada.
c) Pertahankan
posisi semifowler saat fase akut.
R : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Gagal
jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan
kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Grade gagal jantung
menurut New York Heart Associationterbagi dalam 4 kelainan fungsional :
1.Derajat I : timbul sesak pada
aktifitas fisik berat, aktivitas fisiksehari-hari tidak menimbulkan keluhan.
2.Derajat II : timbul sesak pada
aktifitas fisik sedang ditandaidengan adanya ronchi basah halus dibasal paru, S3 galop danpeningkatan tekanan
vena pulmonalis.
3.Derajat III : timbul sesak pada
aktifitas fisik ringan ditandaidengan edema pulmo.
4.Derajat
IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atauistirahat ditandai dengan oliguria, sianosis, dan
diaphoresis.
B. Saran
Jika
ada kesalahan dalam pembuatan makalah kami sekiranya dapat dimaklumi, karena kami masih dalam
proses belajar. Dan jika ada tambahan bisa ditambahkan
dan memberi saran kepada kami J
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto, Lynda Juall. 2007. Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 10. Jakarta:EGC
Doenges E. Marlynn.2010. Rencana
Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan
Kritis. Edisi IV Vol. 1. Jakarta. ECG
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
Nanda. 2009. Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC.Jakarta