Sabtu, 11 Maret 2017



KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
            Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi umat manusia.
Karya ilmiah ini ditujukan untuk memenuhi tugas praktek preklinik program A2015.2 di mata kuliah Sistem Imun-Hematologi, Neurobehaviour1, dan Respirasi dalam pertemuan dan remukan yang terjadwal sebagai pleno. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Ns. Sri Utami, S.Kep., Sp.Mat sebagai pembimbing preklinik kami dari PSIK UR dan kepada ibu Ns. Rosmawati Ginting, S.Kep sebagai pembimbing preklinik kami di poliklinik jantung.
            Dalam makalah ini disajikan bahasan masalah Congestive Heart Failure. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sitematikanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
            Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.

Pekanbaru, 10 Desember 2016
      Penulis



                                                                                                                  Kusnul dan Ilham


DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association ( AHA ) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita gagal jantung ( Padila, 2012 ).
            Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal jantung ( readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
            Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit ( usia 65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75% pasien yang dirawat dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak, 2011 ).
            Berdasarkan data yang diperoleh di poliklinik Jantung RSUD Arifin Achmad terdapat lebih dari 200 orang sudah tercatat mengidap penyakit CHF ini. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik untuk menjabarkan lebih lanjut tentang CHF ini.

B. Rumusan Masalah

            Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler : CHF ( congestive heart faillure) di Poliklinik Jantung RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru Riau.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
            Mampu menggambarkan tentang defenisi dan keadaan pada pasien dengan CHF.
2. Tujuan Khusus
            Adapun tujuan khusus pembelajaran CHF ini yaitu :
a.       Memaparkan Defenisi CHF
b.      Memaparkan anatomi dan fisiologi dari jantung
c.       Memaparkan etiologi CHF
d.      Memaparkan manifestasi klinis CHF
e.       Memaparkan patofisiologi CHF
f.       Memaparkan penatalaksanaan pada pasien CHF
g.      Memaparkan pemeriksaan CHF
h.      Memaparkan komplikasi CHF
i.        Memaparkan diagnosa keperawatan yang mungkin ada pada pasien CHF
j.        Memaparkan Intervensi dan rasional b/d diagnosa


BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Definisi

                        Menurut (Doengoes 2008) pengertian gagal jantung kongestif adalah kegagalan ventrikel kiri/kanan dari jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk   memberikan cardiac output yang cukup untuk memenuhi kebutuhanjaringan, menyebabkan terjadinyakongsti pulmonal dan sistemik.
                         Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah   dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan    nutrien. Kondisi tersebut terjadi karena adanya kegagalan fungsi sistolik dan diastolik. Kegagalan fungsi sistolik mengakibatkan jantung tidak mampu berkontraksi dan  memompa darah ke jaringan secara adekuat, sedang kegagalan fungsi diastolik  mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk relaksasi dan mengisi sejumlah darah secara cukup untuk berkontraksi (Brown & Edwards, 2005; Ignatavicius &    Workman,2006; Kaplan & Schub, 2010; Leslie, 2004).
                        Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi        jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan             metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian  volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering  digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

B.     Anatomi dan fisiologi jantung

                        
                        Berdasarkan struktur anatomi, jantung terbagi menjadi 4 ruang yaitu atrium            kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan, serta memiliki empat katup, yaitu   dua katup        atrio ventrikular (AV) yang terdiri dari katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis. Dua         katup semilunar yang terdiri dari katup aorta dan katup pulmonari.       Jantung juga    memiliki sistem sirkulasi sistemik yaitu berupa aorta, arteri, arteriole dan     kapiler.             Sedangkan sistem sirkulasi pulmonik terdiri dari vena cava, vena dan venula           (Cunningham,2002).
                        Jantung memiliki tiga tipe otot utama yakni : otot atrium, otot ventrikel dan            serabut otot eksitatorik dan konduksi khusus. Tipe otot atrium dan otot ventrikel            berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi         otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus ekstitatorik dan           konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab serabut-serabut ini hanya             mengandung sedikit serabut kontraktil yang memperlihatkan pelepasan muatan listrik        yang berirama yang otomatis (Guyton dan Hall, 2008).
                        Kekuatan kontraksi jantung, kecepatan denyut jantung serta aliran darah    dipengaruhi dan dikontrol oleh syaraf otonom yang berpusat pada medulla oblongata. Otot jantung diinervasi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis, stimulasi syaraf-            syaraf parasimpatis (vagus) cenderung untuk menghambat kerja jantung dengan            menurunkan daya kontraksi dari otot jantung. Sebaliknya, rangsangan syaraf simpatis        akan bekerja meningkatkan aktivitas jantung dan tenaga kontraksi, kecepatan     kontraksi, kecepatan konduksi impuls dan aliran darah (Swedianto, 2010).
                        Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi jantung adalah jenis hewan,    ukuran tubuh, umur dan jenis kelamin, sedangkan kondisi fisiologis yang dapat         meningkatkan frekuensi jantung yaitu laktasi, shock, pergerakan atau exercise, posisi          hewan, saat makan dan pengaruh lingkungan seperti suhu (Cunningham, 2002;             Gavahan, 2008).
                        Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi yaitu sel pacu jantung    (pacemaker), sel penghantar listrik (konduksi) dan sel miokardium. Sel pacemaker         sebagai dominan berada di nodus sinoatrial (SA) mencetuskanimpuls bergantung          aktivitas syaraf otonom. Sel konduksi seperti halnya kabel sirkuit, dimana sel ini        menghantarkan arus listrik dengan cepat dan efisien ke seluruh jantung. Sedangkan sel      miokardium bertanggung jawab terhadap kontraksi dan relaksasi berulang sehingga        dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh (Thaler, 2009).
                        Peristiwa permulaan denyut jantung hingga denyut jantung berikutnya disebut       siklus jantung. Siklus jantung diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan          dari nodus SA. Nodus SA terletak pada dinding latera superior atrium kanan dekat   tempat masuk vena cava superior dan potensial aksi menjalar dari sini dengan            kecepatan tinggi menuju sel-sel yang ada pada kedua atrium dan melalui berkas A-V         menuju ventrikel melalui sistem konduksi jantung (Guyton dan Hall, 2008).
                        Sistem             konduksi jantung yang menyalurkan arus bioelektrik yang jauh lebih           cepat dan lebih efisien dibandingkan sel-sel jantung lain, maka gelombang      depolarisasi jantung yang berasal dari nodus SA akan merambat lebih cepat mengikuti             urutan jalur sistem konduksi ini, yaitu dari nodus SA menuju ke nodus AV, sesudah   itu berjalan mengikuti berkas His dan membelok sedikit ke arah ventrikel kanan sesuai       dengan percabangan berkas His, kemudian melalui septum menuju ke apex melalui             serabut Purkinje dan menyebar ke kedua ventrikel (Cunningham, 2002; Boswood,        2008).

C.    Etiologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
            Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
            2) Aterosklerosis koroner
                        Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke             otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark        miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.          Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan             kontraktilitas menurun.
            3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
                        Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan       hipertrofi serabut otot jantung.
            4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
                        Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung        merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
            5) Penyakit jantung lain
            Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
            6) Faktor sistemik
            Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

D.     Manifestasi Klinis

            Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
            Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
            3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai    delirium.

E.     Patofisiologi

                        Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu    sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga         jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal      jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang             nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu   respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling   pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa          mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume            ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini      juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa             penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
                        Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump       function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa       keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa   tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal    jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang         rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin         angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya     merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang      adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang         selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang        efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.                                                Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas    jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian          afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah        beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi           ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan             meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara       mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit          koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.14 Pada gagal    jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural,       dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner            sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan        menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem         konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan            penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung          mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO        menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi        mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli             sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
                        Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan   kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah     jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=     HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
                        Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan    mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme        kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume            sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah           jantung.
                        Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan    serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih           dapat dipertahankan.
                        Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi          tergantung pada tiga faktor yaitu:
            1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung          berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan        serabut jantung.
            2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada   tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar             kalsium.
            3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk          memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan   arteriole.

F.     Penatalaksanaan

1.      Terapi Farmakologi
1)      Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
                                    Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi                  gejala             volume berlebihan seperti ortopnea dan   dispnea   noktural              peroksimal, menurunkan volume plasma selanjut nya me nurunkan                   preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen                        dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2)      Antagonis aldosteron
                                    Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang                         sampai berat.
3)      Obat inotropik
                                    Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4)      Glikosida digitalis
                                    Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan                      penurunan volume distribusi.
5)      Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
                                    Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan , dilatasi                         pembuluh darah vena menyebab kan berkurangnya preload jantung                  dengan meningkatkan kapasitas vena.
2.      Terapi nonfarmakologi
            Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

G.    Pemeriksaan CHF

1.      Pemeriksaan Fisik
a)      Inspeksi jantung : bentuk dada Funnel chest dan pengembangan kanan & kiri sama.
b)      Palpasi jantung : saat pasien diperiksa dengan cara taktil fremitus hasilnya melemah.
c)      Perkusi jantung : suara hasil pemeriksaan redup.
d)     Auskultasi jantung : terdengar crecels (Mansjoer dan Triyanti 2007)
2.      Pemeriksaan Diagnostik
a)      Fhoto thorak : dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema / perfusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
b)      EKG : dapat mengungkapkan adanya takhikardi, hipertropi bilik jantung dan iskemik.
c)      Elektrolit serum : yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
d)     AGD : gagal ventrikuler ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan / hipoksemia dengan peningkatan PCO2. (Udjianti, 2010)
3.      Pemeriksaan penunjang
a)      Rontgen dada
b)      ECG
c)      Scan jantung
d)     Kateterisasi jantung
e)      Oksimetri nadi
f)       Enzim jantung (Udjianti, 2010)

H.    Komplikasi

1.      Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2.      Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3.      Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan.
4.      Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.

I.       Diagnosa keperawatan

            Menurut Nanda (2009) dan Doengus (2010), diagnosa yang muncul pada klien CHF adalah :
1.      Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard
2.      Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
3.      Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler - alveoli
4.      Kelebihan volume cairan b.d pengaturan melemah

J.      Intervensi dan rasional

1.      Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas miokard
·         Tujuan : penurunan cardiac output teratasi
·         Kriteria hasil : TTV normal dan nyeri dada tisak ada
·         Intervensi & rasional
a)      Berikan terapi oksigen
R : dengan pemberian O2 maka akan membantu dalam pernafasan klien.
b)      Berikan tindakan penghilang rasa nyeri non invasif dan non farmakologis.
                                    R : tindakan ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan rasa kontrol                              thp nyeri.
c)      Catat bunyi jantung
                                    R : mur-mur dapa menunjukkan inkompensasi / stenosis katup.
d)     Pantau seri EKG dan perubahan fotothorak
                                    R : ini dapat menunjukkan pembesaran jantung.
2.      Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
·         Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien mampu melakukan aktivitas dengan mandiri.
·         Kriteria hasil : klien mampu memenuhi perawatan diri sendiri dan melakukan aktivitas seperti biasa.
·         Intervensi dan rasional
a)      Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
                                    R : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada                                   kelebihan aktivitas.
b)      Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas pada pasien dengan obat diuretik, vasodilator.
                                    R : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat.
c)      Implementasi program rehabilitasi jantung / aktivitas.
                                    R : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung /                                    konsumsi oksigen berlebihan.
3.      Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler - alveoli
·         Tujuan : pertukaran gas kembali normal.
·         Kriteria hasil : nafas normal dan tidak ada gangguan di pola nafas.
·         Intervensi dan rasional
a)      Pantau bunyi nafas, dan catat crecels
R : menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut
b)      Anjurkan klien batuk efektif dan pola nafas dalam.
                                    R : memberikan jalan nafasdan memudahkan aliran O2.
c)      Berikan klien dengan posisi semifowler
                                    R : membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d)     Berikan terapi oksigen
                                    R : dapat memperlancar pola nafas klien dan pertukaran oksigen dan                                   karbondioksida.
4.      Kelebihan volume cairan b.d pengaturan melemah
·         Tujuan : tidak terjadi udem pada seluruh tubuhdan kelebihan cairan teratasi.
·         Kriteria hasil : udem teratasi dan normal kembali.
·         Intervensi dan rasional
a)      Pantau pengeluaran urine,catat jumlah & warna saat diuresis terjadi.
                                    R : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan                                     perfusi ginjal.
b)      Pantau intake & output cairan 24 jam
                                    R : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan berlebihan                                meskipun edema masih ada.
c)      Pertahankan posisi semifowler saat fase akut.
R : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

                        Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi        jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan             metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian             volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering             digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
                        Grade gagal jantung menurut New York Heart Associationterbagi dalam 4 kelainan fungsional :
            1.Derajat I : timbul sesak pada aktifitas fisik berat, aktivitas fisiksehari-hari tidak   menimbulkan keluhan.
            2.Derajat II : timbul sesak pada aktifitas fisik sedang ditandaidengan adanya ronchi          basah halus dibasal paru, S3 galop danpeningkatan tekanan vena pulmonalis.
            3.Derajat III : timbul sesak pada aktifitas fisik ringan ditandaidengan edema pulmo.
            4.Derajat IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atauistirahat ditandai             dengan oliguria, sianosis, dan diaphoresis.

B.     Saran

                        Jika ada kesalahan dalam pembuatan makalah kami sekiranya dapat            dimaklumi, karena kami masih dalam proses belajar. Dan jika ada tambahan bisa        ditambahkan dan memberi saran kepada kami J


DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 10. Jakarta:EGC
Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi IV Vol. 1. Jakarta. ECG
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC.Jakarta